7715 Likes, 52 Comments - Citra Adisti (@citraadisti) on Instagram: ""Aku tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun." #CA1 #citraadisti #goalie #goalkeeper"
SuratTerbuka Untuk Siapapun: Cobalah Untuk Menyelesaikan Apapun yang Ada di Dirimu. Karena setelah memasuki tahapan kehidupan selanjutnya prioritas dan tanggungjawabmu pun berubah. 7 Desember 2021 . Author : Rahma Liasa Zaini
TikTokvideo from Melba Tathtya (@melba_tathtya27): "tidak perlu membuktikan diri kepada siapapun, jadilah apa adanya. lambat laun orang-orang juga akan paham siapa kamu yang sebenernya. selamat siang semuanya. have a great day #PinterMilihTemen #bollywoodsong #manwalaage #deepikapadukone". suara asli - Abiazzahra🌟.
JanganMenjelaskan Tentang Dirimu Kepada Siapapun. 19 Oktober 2020 Yapim. "Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu" (Ali bin Abi Thalib) mengajarkan kepada kita tentang kebaikan suatu rahasia, sehingga kita semestinya tak perlu menjelaskan tentang siapa
TidakUntuk Membuktikan Apapun Pada Siapapun* Bagi pemimpi (seperti saya), tuntutan hidup di jurnalistik bagaikan jam weker dengan bunyi nyaring yang kian lama kian membahana. Saya tidak sedang berjualan! Setiap manusia pasti menginginkan yang terbaik, begitu pula saya. Ketika saya harus memilih jurusan yang akan saya geluti di kampus terus
Tidakperlu kamu terlalu sibuk fokus pada keadaan luarmu hanya untuk menarik jodoh, karena bila memang jodoh Allah pun akan menautkan hatinya kepadamu tanpa peduli kamu seperti apa. Untuk itu, cukup perbaiki saja dirimu sesuai syari'at Allah, karena bila perbaikan dirimu dilakukan karena Allah, maka Allah akan memberimu jodoh yang memang
b9vyJ. Kita tidak perlu membuktikan pada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik Rindu Tere Liye Penulis dari Indonesia 1979- Kita tidak perlu membuktikan pada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu. oleh Tere Liye
tidak usah membuktikan apapun kepada siapapun,yg menilai kita jelek tetaplah menggangap kita jelek sampai kapanpun😊😊
“Tak perlu menjelaskan tentang dirimu pada siapapun, karena yang mecintaimu tidak membutuhkan itu dan yang membencimu tidak akan mempercayai itu” – Ali bin Abi Talib RA – Bijak sekali kata – kata dari salah satu Sahabat Nabi Muhamad SAW. Ali bin Abi Thalib RA. Saya teringat ketika diri saya melakukan sebuah kesalahan. Saya sering kali terlalu mengkhawatirkan kesalahan yang telah saya lakukan. Saya juga terkadang berpikir keras untuk mencari penjelasan dan bagaimana menjelaskannya. Tetapi ternyata mereka yang sudah mengenal kita, yang sudah mempercayai kita tidak terlalu butuh penjelasan kita. Mereka mungkin tidak tau kenapa kita melakukannya tetapi mereka tau kita pasti punya alasan, dan mereka akan menerima dan mengerti apapun alasan itu. Tetapi orang – orang yang tidak menyukai kita, meskipun kita sudah bersusah payah dan panjang lebar menjelaskan, mereka tidak akan mempercayai apapun yang kita katakan, apapun alasannya kita tetaplah salah di mata mereka. Jelaskanlah seperlunya saja, orang – orang yang mencintaimu akan menerima dan mengerti apapun alasanmu, bahkan meskipun kamu tidak menjelaskannya. Sedangkan orang yang tidak menyukaimu abaikan saja mereka. Yang penting kamu sudah menjelaskan alasanmu, dan mereka mau percaya atau tidak, itu bukanlah hal yang penting karena itu tidak akan mengubah apapun. Contoh Lainnya kita sering kali ingin menunjukan kepada setiap orang tentang orang yang seperti apakah diri kita, atau menunjukan kehebatan, kelebihan, kemampuan kita pada setiap orang. Tetapi akan lebih baik jika kita tidak perlu melakukan itu, kita hanya perlu bersikap dan berlaku baik saja pada setiap orang tetapi tidak harus menunjukan kelebihan kita pada semua orang karena justru itu sebuah kesombongan. Itu juga seperti orang yang haus akan pujian atau merasa kebahagiaannya bukan berasal dari dalam dirinya melainkan berasal dari persepsi orang lain. Sejatinya memang setiap manusia memiliki keinginan untuk di akui atau di anggap oleh orang – orang di sekitarnya. Tetapi mungkin akan lebih bijak jika menunjukan kelebihan pada tempatnya, atau hanya saat orang lain ingin melihatnya. Ada Juga tentang kebahagiaan dan kebaikan. Ada orang yang suka menunjukan tentang kebahagiaannya pada semua orang, sering kita melihat itu di media sosial. Di seperti ingin kita semua tau bahwa dia sedang bahagia. Padahal jika kita teliti lebih baik orang yang seperti itu justru seperti orang yang kurang bahagia. Kalo untuk masalah kebaikan, kita tidak perlu memberitahu semua orang bahwa kita telah melakukan kebaikan, apalagi jika itu kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain kesannya justru ria. Pengen dapat pujian dari orang lain. Ini sebenernya artikel pengingat diri, nasehat diri yang kadang sering terlalu khawatir dengan prasangka orang lain ketika saya telah melakukan kesalahan. Juga pengingat diri kalo gak perlu buat nunjukin kehebatan kita, atau kebahagiaan kita pada semua orang apalagi di sosial media. Saya justru melihat bahwa orang yang keren itu bukan orang yang mengangkat dirinya sendiri, tapi orang yang mengangkat orang lain, yang membantu mereka menemukan kelebihannya, kemampuan luar biasanya, yang berpengaruh besar bagi kebaikan banyak orang. Saya ingin jadi orang yang seperti itu. – Kuntoro –
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Assalamualaikum www, Selamat Tahun Baru 2020 Kompasianer's. Alhamdulillah, masih berkesempatan menayangkan artikel perdana di tahun 2020 di Kompasiana. Dari awal ketemu ide artikel ini, saya meniatkan hanya untuk dipublish di Kompasiana. Saya sengaja setting jadwal pukul Lembar terakhir di kalender terakhir tahun 2019, baru saja ditanggalkan dari tempatnya. Sejuta kenangan masih lekat dibenak, bahkan belum sepenuhnya beranjak dari tempatnya. Suka dan duka, tangis dan tawa, bergantian mewarnai perjalanan sepanjang tahun berlalu. Dan seindah semanis atau sepahit dan segetis apapun, toh akhirnya kini telah menjadi pasti telah mengalami jatuh dan bangkit sepanjang tahun kemarin. Pernah dikecewakan, dikhianati, diberi harapan, diterbitkan senyum, dibuat kesal dan dongkol, menyimpan iba dan kasihan, membuncahkan semangat dan tekad untuk melangkah maju dan di usia yang semakin menua ini, aneka rupa pengalaman rasanya telah saya dilalui. Menjadikan diri tidak gentar, semakin siaga melewati dan menghadapi ujian kehidupan di luar rumah, terdengar suara berisik dan tampak percikan kembang api memenuhi angkasa. Memancarkan semarak warna-warni, menyambut datangnya tahun baru 2020. Saya memilih berintrospeksi, mengenang perjalanan di tahun 2019. Ada satu moment khusus, saya lalui bersama Kompasiana dan Kompasianer tentunya. Peristiwa berssejarah, tidak bakal terlupa sepanjang nafas diperkenankan berhembus. koleksi pribadi Adalah ajang Kompasianival Award 2019, yang menorehkan kenangan tak terlupakan itu. Kemudian predikat "Kompasianer of The Year 2019", menjadi anugerah yang melampaui harapan saya kala ajang kopdar terbesar, harapan saya hanya sementara tertumpu pada pertarungan di Nomine Best in Spesific Interest. 1 2 3 Lihat Humaniora Selengkapnya
Hidup itu bukan atraksi. Anda tak perlu membuktikan apapun, kepada siapapun. Setiap individu memiliki ciri khas sendiri, dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Begitulah Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda tetapi membentuk siklus sosial yang sinergis. Buku Berdamai Dengan Diri Sendiri yang ditulis Muthia Sayekti ini memberikan jawaban komprehensif mengenai masalah krisis identitas diri yang terkadang menjadi problem hidup. Pada dasarnya kekurangan, kesalahan, dan ketidaksempurnaan merupakan bagian inheren dalam diri manusia. Sebenarnya tidak seorang pun memiliki kesempurnaan, seperti yang terlihat dari luar. Manusia juga diciptakan berbeda satu sama lain. Meskipun semua orang tujuan hidunya kesuksesan, tetapi definisi tentang itu sangat beragam. Pola pikir orang juga beda, pandangannya berbeda, sikap dan reaksinya beda. Maka dari itu mengekor pribadi orang lain adalah kenaifan tingkat tinggi. Berdamai dengan diri sendiri Dalam kehidupan yang progresif, perkembangan zaman dan teknologi berimplikasi pada perubahan tren dan pranata sosial. Misalnya saat demam K-Pop melanda, kiblat mode berubah, lalu definisi cakep’ pun berubah. Karena kiblatnya adalah Korea, makan kata cakep’ jadi identik dengan wajah tirus oriental, kulit putih, rambut hitam, dan kurus. Dengan asumsi tersebut, orang yang memiliki ciri di luar itu dipaksa melabeli diri dengan jelek’. Ini jelas tidak fair. Bila hal-hal seperti ini diikuti, pada akhirnya menimbulkan sindrom krisis identitas, yang berbuntut berbagai hal negatif, seperti ketidaknyamanan dan hilangnya perasaan damai dalam diri. Semua orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Kekurangan sering dikaitkan dengan nasib. Ini salah besar. Yang memiliki pengaruh pada nasib adalah perbuatan di masa lalu, bukan kekurangan kodrati. Tanamkan mindset pada diri Anda bahwa kekurangan adalah rahmat. Banyak orang cacat yang mencetak prestasi dunia, karena mereka tidak melihat kekurangan sebagai kartu mati. Contohnya Nick Vujicic, seorang motivator kondang yang terlahir tanpa kedua tangan. Tak bisa dipungkiri, orang suka menilai, bahkan menjudge secara subyektif. Tentang itu Anda memiliki hak untuk acuh. Acuh ini jangkauannya luas, termasuk pada tren, model pakaian, bahkan pada ekspektasi orang terdekat. Menurut Muthia Sayekti, sebenarnya berbagai problem tersebut berangkat dari satu persoalan, yaitu hilangnya identitas diri. Maka dari itu jawaban dari persoalan itu sebenarnya hanya tunggal, yaitu berdamai dengan diri sendiri. Pribadi Otentik Meski terlihat simpel, namun tak mudah menjadi pribadi yang otentik. Untuk menjadi otentik, orang harus mengenali diri dengan baik. Pengenalan ini diperlukan untuk menggali potensi diri yang terpendam. Hati-hatilah, kepribadian yang otentik dapat pudar karena terlalu banyak mendengarkan omongan orang. Untuk memberi energi yang kuat pada diri, janganlah berpaku pada hal-hal negatif. Biarkan saja itu ada, tetapi fokuskanlah diri pada hal-hal positif dan peluang. Tidak ada orang yang sama persis di dunia ini, maka jangan bandingkan dirimu dengan orang lain. Ketika seseorang mencontoh suatu figur dan tidak dapat mengikutinya, maka akan timbul suatu fenomena yang bernama konformitas. Komormitas akan membuat seseorang merasa kerdil karena tidak sama dengan yang diimpikannya. Intinya, jadi orang harus otentik. Buku ini mengutip resep Mike Robbins, penulis buku “Be Yourself, because everyone is already taken”, ada lima prinsip dasar yang diperlukan untuk menjadi pribadi yang otentik, yaitu know yourself, transform your fear, express your self, be bold beranilah, lalu celebrate who you are. Meskipun identitas diri sudah dipatok di titik tertentu, namun soal mutu, orang harus berubah menjadi lebih baik. Konsep berdamai dengan diri sendiri bukanlah pembenaran atas stagnasi hidup. Bicara soal pribadi otentik itu kaitannya dengan ciri-ciri dan kepribadian, bukan membekukan bakat atau potensi. Bagaimana meningkatkannya? Baca buku ini sampai tuntas. Muthia Sayekti adalah alumni Sastra Inggris dari Universitas Sebelas Maret UNS Solo. Namanya mulai dikenal lewat antologi yang dimuat di buku Mengejar Cahaya Surga. Ini adalah buku keduanya, setelah sebelumnya menulis buku The Art of Listening. Judul Berdamai dengan Diri Sendiri Seni Menerima Diri Apa Adanya Penulis Muthia Sayekti Genre Psikologi Penerbit Psikologi Corner Yogyakarta Edisi Cetakan I, Maret 2020, Hard Cover Tebal 216 Halaman ISBN 978-623-244-173-6 Diresensi Oleh Jakarta Book Review
tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun